Subscribe Us

PPKM DARURAT, NASIB RAKYAT JADI TARUHAN?

Oleh Yuni Puspita
(Kontributor Media Vivisualiterasi.com) 


Vivisualiterasi.com-Pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, yang berlangsung pada 3-20 Juli 2021. Berlakunya PPKM darurat sebagai upaya menekan laju kenaikan kasus Covid-19, dikhawatirkan memukul perekonomian lebih dalam lagi.

Selama PPKM darurat, petugas gabungan melakukan razia di sejumlah tempat, salah satunya tempat berjualan. Namun, dalam penyidakan terkait PPKM darurat terjadi berbagai insiden yang berhasil direkam oleh seseorang.

Seperti insiden saat sidak masa PPKM darurat di daerah Bandar Lampung yang menjadi viral di media sosial. Dalam video yang beredar, tampak sejumlah satgas Covid-19 mendatangi warung tersebut. Pemilik warung kopi itu duduk di hadapan para satgas Covid-19 yang tengah melakukan penertiban. Awalnya, dalam tayangan tersebut terlihat seorang petugas berseragam membentak pria pemilik warung kopi itu. Ia pun berbicara kepada pemilik warung dengan nada tinggi.

"Apa pula tugas kamu pimpin saya. Tugas kamu mengadukan ke sana. Tugas saya di sini," ujarnya, dikutip dari Suara.com 

Mengetahui dirinya dibentak, pria pemilik warung tersebut langsung berdiri dari tempat duduknya. Setelah itu, emosi pria pemilik warkop tersebut mulai memuncak. Dirinya pun lantang menjelaskan kepada petugas bahwa ia hanya mencari uang dan memikirkan anak-anaknya.

"Saya cuma mikirin anak-anak saya makan, buat bayar sekolah," Ungkapnya. Pria tersebut pun kemudian mengatakan petugas tidak memikirkan nasibnya. "Bapak berseragam dapat gaji, saya nggak punya apa-apa," lanjutnya

Selain itu insiden tukang bubur yang di denda sebanyak Rp5.000.000,- karena melanggar PPKM juga menuai perhatian banyak kalangan. Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA, meminta pihak penegak hukum dan pemerintah daerah untuk mengedepankan edukasi daripada hukuman untuk pedagang yang terbukti melanggar PPKM yang diberlakukan di beberapa provinsi dan kabupaten kota di Indonesia.

Apalagi, kata Syech Fadhil ada indikasi diskriminasi dalam menjatuhkan hukuman. Dimana, para pedagang kecil dihukum denda jutaan. Sedangkan pedagang besar hanya ratusan ribu. Syech Fadhil berharap penegak hukum dan pemerintah daerah benar-benar menjadi pengayom masyarakat dan bukan sekedar memerintah.

“Bagi abdi negara, mereka tak susah memikirkan hari-hari selama PPKM. Mereka tetap dibayar gajinya oleh negara. Sedangkan masyarakat, satu hari tak bekerja, di rumah tak makan. Makanya, mau tak mau mereka harus bekerja. Ini alasan mengapa edukasi itu lebih penting dan menyentuh dari hukuman,” ujar Syech Fadhil.

Melihat hal ini semakin membuat kita sadar bahwa negara tidak bisa menjalankan perannya secara optimal dalam mengurusi urusan masyarakat. Masyarakat mencoba terus bertahan di tengah kecemasan dan tanpa dukungan berarti dari negara, bahkan pemerintah terkesan menutupi kasus ini. Jelas bukan seperti inilah negara berperan. Sikap meremehkan seperti ini yang tak seharusnya ditunjukkan oleh pemimpin.

Dalam diri pemimpin seharunya ada sikap kehati-hatian, menghargai waktu, hemat, produktif, dan sifat kasih sayang sesama manusia. Setiap pemimpin harus bertanggung jawab atas usaha, pekerjaan, dan jabatan yang telah dipilihnya tersebut.

Tanggung jawab di sini artinya, mau dan mampu menjaga amanah (kepercayaan) masyarakat yang memang secara otomatis terbeban di pundaknya. Dalam pandangan Islam, setiap pekerjaan manusia adalah mulia. Pemimpin merupakan tugas mulia. Lantaran tugasnya antara lain memenuhi kebutuhan seluruh anggota masyarakat akan barang dan atau jasa untuk kepentingan hidup.

Memang berat beban seorang pemimpin. Sebab, pertanggungjawabannya tidak hanya di dunia yang fana ini, melainkan juga akhirat kelak. Oleh karena itu, sifat amanah harus melekat pada dirinya. 

Allah Swt. menebar ancaman kepada para pemimpin yang berbuat zalim kepada rakyatnya. Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada hari pembalasan. 

“Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim”. (HR Tirmidzi) 

Dalam persfektif syariat, Nabi Muhammad saw. telah mengingatkan umatnya agar menjauhi perkara zalim. Rasulullah menyampaikan pesan khusus kepada para pejabat agar berlaku adil dan amanah. Dalam satu Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim, beliau berdoa:

‎اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم

"Ya Allah, siapa saja yang memimpin (mengurus) urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia". (HR. Muslim No 1828)

Menjadi pemimpin harus mengutamakan, membela, dan mendahulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari’at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah. Dalam menghadapi problematika ekonomi di masa pandemi Covid-19 ini pemerintah Indonesia menjalankan fungsi sebagai lembaga yang mengatur dan menjaga stabilitas ekonomi dengan cara menyelesaikan problematikanya. Sehingga prinsip pemerintahan dalam ekonomi Islam ini ditujukan untuk mengendalikan arah kebijakan yang merata dan membawa kemaslahatan bagi semua masyarakat.

Masa kekhalifahan kedua dalam kepemimpinan Islam Umar bin Khattab juga telah membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam mampu menciptakan kesejahteraan. Pada masa ini angka kemiskinan berhasil ditekan sehingga sangat sulit menjumpai orang yang berhak menerima zakat.

Sistem ekonomi Islam tidak menzalimi kaum lemah sebagaimana terjadi pada masyarakat sistem kapitalis, tetapi juga tidak menzalimi hak individu dan kelompok kaya sebagaimana ada pada sistem sosialis komunisme. Sistem ekonomi Islam memiliki peluang untuk kembali tampil memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi yang ada untuk mensejahterakan masyarakat. Wallahu'alam. [NFY]

Posting Komentar

0 Komentar