Subscribe Us

KAPITALISME LAHIRKAN KESENJANGAN, ISLAM SOLUSINYA

Oleh Qonita Aliyatunnuha, S. Pd.
(Aktivis Muslimah & Pegiat Literasi)


Vivisualiterasi.com-Negeri ini sedang diterpa derita berkepanjangan yang tak kunjung usai. Pandemi masih menjadi mimpi buruk bagi semua manusia. Jutaan nyawa di berbagai belahan dunia tak terselamatkan akibat serangan virus mematikan tak kasat mata yang teramat cepat penyebarannya, yakni Covid-19. Ada yang bisa survive, namun tak sedikit jua yang tak tertolong. Kehidupan rakyat pun kian terhimpit, berjuang antara hidup dan mati menghadapi dahsyatnya pandemi, di sisi lain harus mempertahankan hidup dengan memperjuangkan ekonomi yang semakin mencekik. Begitulah nasib yang melanda sebagian besar rakyat Indonesia. 

Bagi rakyat yang terkena dampak pandemi hingga harus menerima PHK dan tak memiliki pekerjaan tetap sungguh sangat sulit sekali untuk mendapatkan sesuap nasi bagi dirinya sendiri apalagi untuk menafkahi keluarganya, tentu saja semua ini semakin diperparah dengan diberlakukannya PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) tanpa adanya jaminan pemenuhan hajat oleh Pemerintah. Hidup mereka makin morat-marit ditambah dengan adanya virus yang siap merenggut nyawa mereka kapan saja. 

Namun, sebaliknya, ternyata ada juga sebagian masyarakat yang tidak terdampak seperti mereka yang miskin, adalah mereka orang-orang yang tajir, hidup di bawah gelimang harta dan mereka yang punya jabatan. Dengan PPKM, mereka merasa tak ada masalah karena mereka sudah tercukupi dari segi ekonomi dan sudah terjamin makanan apa yang hendak disantap tiap harinya, tak perlu bersusah payah mencari pemasukan di tengah pandemi untuk mengais rezeki demi sesuap nasi seperti mereka yang miskin dan tak mampu. Bahkan ada salah satu pejabat yang justru mengsulkan rakyat untuk menonton sinetron saja saat PPKM, sungguh tak berperikemanusiaan.

Janji Pemerintah yang Tak Terealisasikan

Dilansir merdeka.com (11/7/2021), Luhut Binsar Panjaitan selaku Koodinator PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) Darurat, telah menekankan kepada jajaran pemerintah dan aparat keamanan untuk memastikan tidak ada masyarakat di wilayahnya yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan pokok.

Wajar jika rakyat selalu menaruh harap kepada pembuat kebijakan agar berupaya maksimal meringankan beban mereka dari kondisi yang kian memprihatinkan. Sayangnya, realita yang terjadi justru jauh panggang dari api. Walaupun pemerintah mengklaim tidak akan ada rakyat kelaparan karena telah mendirikan dapur umum dan melanjutkan pemberian bansos pandemi, namun fakta lapangan membuktikan bahwa masih banyak rakyat yang membutuhkan yang tidak bisa mengakses bantuan, karena faktor administratif dan akses transportasi ke dapur umum.

Mengenai bansos pandemi juga tidak menjamin akan tercukupinya kebutuhan rakyat karena bantuan tersebut didistribusikan secara tidak adil dan merata, justru salah sasaran. Di mana yang berkecukupan mendapatkan bansos sedangkan yang benar-benar butuh justru tidak dapat. Fakta di lapangan pun telah membuktikan bahwa klaim pemerintah tidaklah benar, karena nyatanya masih banyak sekali rakyat yang kelaparan. Bahkan yang membuat hati semakin pilu, para tikus-tikus berdasi banyak yang tega merampas hak rakyat dengan mengkorupsi bansos pandemi.
 
Ya, apa yang dilontarkan pemerintah tersebut hanya sebatas lingkungannya saja. Memang jajaran pejabat di lingkungan pemerintah tidak ada yang kelaparan malah kekenyangan, oleh tingkah polah mereka yang memalukan, oleh sikap mereka yang rakus akan kehidupan duniawi hingga tega abai terhadap kebutuhan masyarakat miskin dan tak mampu bertahan selama pandemi.

Jika menelisik asal muasal fenomena kesenjangan ini, semua ini terjadi karena negara ini memakai sistem kapitalisme yang hanya mementingkan mereka yang punya modal dan kaya. Sistem kapitalisme ini hanya bernafsu pada materi. Materi adalah segala-galanya tanpa ada rasa belas kasihan dan kemanusiaan. Di dalam sistem kapitalisme ini, rakyat yang miskin akan semakin sulit dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Padahal, apabila penguasa negeri ini benar-benar meriayah rakyatnya tentu mereka tidak akan menjadi “anak ayam di lumbung padi", pribahasa yang menggambarkan situasi negeri yang melimpah dengan sumber daya alam namun secara kontras terlihat jika diperbandingkan dengan kondisi kemiskinan masyarakatnya. Sungguh sebuah ironi.

Kesenjangan Semakin Lebar di Masa Pandemi, Islam Solusinya

Dampak pandemi Covid-19 di berbagai lini kehidupan memang tak dapat dihindari. Belum tuntas masalah kesehatan, kini dampaknya merambah ke aspek ekonomi. Maka tak heran jika “Si miskin, makin miskin.”

Kesenjangan sosial pada masyarakat di tengah pandemi Covid-19 yang melanda dunia ini ternyata sangat ekstrim. Di Indonesia, penduduk kaya dan super kaya justru meningkat. Berdasarkan data dari lembaga keuangan Credit Suisse, tercatat jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dolar AS atau lebih mencapai 171.740 orang pada tahun 2020 di Indonesia. Angka tersebut meningkat 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang. Sedangkan masyarakat yang pada taraf ekonomi menengah, mereka membutuhkan lebih dari satu dekade untuk memulihkan keadaan ekonominya. 

Berbeda dengan sistem Islam. Di dalam sistem Islam, kepala negara benar-benar meriayah rakyatnya dengan adil dan merata. Sebagaimana dulunya Khalifah Umar bin Khattab yang begitu peduli dengan rakyatnya. Yang rela memikul sendiri bahan pangan untuk diberikan kepada seorang ibu dan anak-anaknya yang kelaparan. Karena seorang pemimpin haruslah bertanggung jawab atas jiwa seluruh rakyatnya. Dan lebih mencintai rakyatnya daripada dirinya sendiri.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw.,

“Sebaik-baik pemimpin ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian, juga kalian yang mendoakan kebaikan untuk mereka dan mereka pun mendoakan kebaikan untuk kalian. Sedangkan seburuk-buruk pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, juga yang kalian melaknat mereka dan mereka pun melaknat kalian.” (HR Muslim)

Selain itu, dalam sistem Islam juga kiprah orang kaya adalah senantiasa membantu masyarakat yang membutuhkan di masa-masa sulit seperti saat ini. Sebut saja Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan dan masih banyak lagi yang lainnya. Mereka adalah orang kaya pada masa itu yang rela menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt. dengan bersedekah bahkan menyediakan fasilitas umum untuk banyak orang dengan wakafnya.

“Sesungguhnya orang-orang yang membenarkan (Allah dan Rasul-Nya) baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipatgandakan (pembayarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. al-Hadid: 18)

Selain itu, kepemilikan umum harus dikembalikan kepada masyarakat yang hasil olahannya dikembalikan lagi kepada masyarakat umum bukan individu ataupun swasta agar terciptanya kemakmuran di tengah-tengah masyarakat.
Pada akhirnya kita sampai pada kesimpulan, bahwa ternyata tak ada jalan lain untuk menanggulangi pandemi dan kesenjangan ekonomi yang terjadi saat ini selain mengganti sistem hari ini dengan sistem Islam yang diterapkan secara keseluruhan. Wallahua'lam bish-shawab.[Irw]

Posting Komentar

0 Komentar