Subscribe Us

PPKM BERLEVEL SEBATAS LABEL

Oleh L. Nur Salamah, S. Pd.
(Komunitas Aktif Menulis & Kontributor Media)


Vivisualiterasi.com-Aku tak percaya lagi dengan apa yang kau beri
Aku terdampar di sini tersudut menunggu mati
...

Kutipan lirik lagu di atas, cukup mewakili perasaan  masyarakat yang menjadi korban keganasan virus Corona. Sebab, berbagai kebijakan yang diambil belum mampu menjadi solusi pasti dalam mengatasi pandemi ini. Lantas, apa yang seharusnya dilakukan?

Selasa (20/7), bertepatan dengan hari raya Idul Adha 1442 H, adalah hari terakhir masa diberlakukannya PPKM Darurat yang dimulai dari tanggal 3 Juli. Hari ini, Pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan tentang perpanjangan pelaksanaan PPKM Darurat di area Jawa-Bali hingga tanggal 25 Juli 2021. Seperti dilansir dari laman KOMPAS.com, 20/7/2021.

Presiden Jokowi menegaskan, apabila angka kasus Covid-19 terus mengalami penurunan, maka pada tanggal 26 Juli akan dibuka secara bertahap. Selanjutnya, presiden juga mengungkapkan bahwa pedagang kaki lima, pemilik warung makan atau yang sejenisnya akan diizinkan buka sampai pukul 21.00, tentunya tetap dengan prokes ketat. 

Walaupun masih wacana, sempat menuai kontroversi dari berbagai pihak, mulai dari seniman hingga mahasiswa, menolak adanya perpanjangan waktu diberlakukannya PPKM Darurat. Seperti yang dilakukan oleh aktor dan musisi, Didi Riyadi. Ia menulis surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. (TEMPO.co, 18/7/2021)

Didi mengapresiasi setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti PSBB maupun PPKM Darurat yang sedang berlangsung. Namun, berdasarkan pengamatannya, muncul dampak negatif di antaranya, ada pihak yang tidak bisa bekerja dan menghidupi keluarganya. Beliau mengatakan bahwa dengan diperpanjangnya waktu PPKM Darurat ini tidak akan mampu mengatasi persoalan wabah ini. Ibarat makan buah simalakama. Mati terpapar virus atau mati karena kelaparan.

Walaupun menuai berbagai bentuk penolakan dari masyarakat, kini PPKM resmi diperpanjang hingga tanggal 25 Juli 2021 dengan tidak menggunakan istilah darurat lagi, tapi menggunakan istilah PPKM level 4. Dari laman REPUBLIKA.co.id (21/7/2021), PPKM Darurat untuk wilayah Jawa-Bali sampai 25 Juli 2021. Mengenai regulasinya, Tito Carnavian selaku mendagri mengeluarkan instruksi nomor 22 tahun 2021 tentang PPKM level 4 Covid-19 di wilayah Jawa-Bali.

Beliau juga menyampaikan bahwa, mengenai isi aturan tidak tidak ada perubahan. Termasuk masalah pembelajaran tetap diselenggarakan secara daring atau online.

Berbagai macam kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah mulai dari lockdown, PSBB, termasuk PPKM yang sedang berlangsung hingga tanggal 25 mendatang, meskipun berganti istilah, namun esensinya tetap tidak ada yang berubah.
 
PPKM Darurat yang diselenggarakan oleh pemerintah, dalam rangka upaya memutus rantai penyebaran Covid-19, dinilai kurang efektif. Hal ini terbukti bahwa kasus yang muncul di berbagai daerah tidak juga turun, justru naik pada level tertinggi selama Pandemi. Hasil evaluasi tersebut, menunjukkan bahwa pemerintah terkesan ugal-ugalan dalam membuat regulasi dan sangat nampak tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Sebaliknya, pemerintah lebih berpihak kepada para pemilik modal. Wajar, jika banyak yang meragukan sejak awal aturan ini diberlakukan.

Jika kita perhatikan, pemerintah lebih mengkhawatirkan masalah ekonomi daripada keselamatan nyawa masyarakat. Demikian pula mengenai konsep lockdown tidak begitu diindahkan oleh pemerintah. Pada saat diberlakukan PPKM Darurat, perjalanan ke luar negeri masih dibolehkan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Ditambah lagi, tujuan pemerintah membatasi aktivitas masyarakat ke luar rumah tidak dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan pokok, yang sebagian besar mereka tidak mampu bekerja menghidupi keluarganya selama PPKM diberlakukan ini.

Bagaimana mungkin, rakyat kecil tidak diperbolehkan aktivitas keluar rumah untuk mencari sesuap nasi, sedangkan para pejabat yang berduit masih bisa leluasa untuk jalan-jalan ke luar negeri? Beginilah yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Sistem kapitalisme sekuler menempatkan keuntungan dan kepentingan materi di atas segalanya, niscaya melahirkan para pemimpin yang tidak amanah dan terkesan asal-asalan dalam menyelesaikan persoalan masyarakat. Hal ini secara tidak langsung menghilangkan peran pemerintah sebagai pelayan umat.

Islam Mengatasi Masalah Pandemi

Berbeda dengan Islam, dengan sistem yang sempurna dari zat yang maha sempurna yaitu Allah Swt. melalui sistem kekhilafahan. Kebijakan khalifah terbukti mampu memberikan solusi pasti atas pandemi yang terjadi. Saat terjadi wabah Rasulullah saw. bersabda yang artinya:

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kamu memasukinya. Jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan keluar dari tempat itu." (HR. Muslim)

Tatkala kebijakan ini dilakukan oleh seorang khalifah, maka tempat yang tidak terkena wabah, tetap bisa beraktivitas secara normal. Adapun tempat yang terkena wabah dapat segera diatasi. Termasuk tes massal juga dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat segera dipisahkan antara yang sakit dan yang sehat. Dengan demikian, yang sehat tidak akan tertular, dan yang sakit segera mendapatkan penanganan dengan baik hingga sembuh.

Begitu juga yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab saat wabah Tha'un menyerang Syam pada abad ke-18 H. Khalifah segera mengambil kebijakan dengan menutup total (lockdown) daerah yang terkena dan terdampak wabah, dan segera membuat posko-posko bantuan, agar warga yang terkena wabah tercukupi kebutuhan pokoknya.

Demikianlah kiranya Islam memberikan solusi yang pasti atas pandemi yang terjadi. Namun itu bisa terwujud apabila Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan melalui institusi negara, yaitu Daulah Islam. Wallahu a'lam Bish-shawab.[SP]

Posting Komentar

0 Komentar