Subscribe Us

TATAPAN MATA YANG TAK LAGI BERCAHAYA

Oleh Zain bin Nursal al-Abidin
(Administrator Vivisualiterasi Media)


Wahai umat, pandanglah wajah anak ini melalui mata ayahnya.

Tidakkah hatimu hancur menyaksikan buah hati yang dulu tertidur lelap dan bangun dengan senyuman bahagia, sekarang tertidur untuk selamanya?

Sampai kapan engkau akan tetap bertahan dalam egoisme sistem negara-bangsa?

Lisanmu begitu gampang berkata bahwa Muslim itu bersaudara, tapi "pintu rumahmu" malah kau tutup rapat-rapat bagi mereka.

Kau lemparkan sepotong roti dan selembar selimut untuk mereka, tapi disaat yang sama kau nikmati tontonan dari jendela rumahmu ketika mereka meregang nyawa.

Kau bercerita bahwa Muslim itu ibarat satu tubuh yang ketika satu bagian sakit maka yang lain ikut merasakan sakitnya, tapi kau membiarkan pembantaian itu dengan drama "Kita tak boleh mencampuri urusan negara mereka".

Sekali lagi, tatap wajah anak itu melalui mata ayahnya!!!

Apa hujjahmu di hadapan ALLAH kelak jika permasalahan saudaramu malah kau serahkan pada gerombolan PBB dan gerombolan munafik lainnya?

Kau serahkan nyawa saudaramu pada kesepakatan orang-orang yang hanya memikirkan kepentingan negerinya? 
Kepentingan kekuasaannya?

Jawab!!
Jawab dengan jujur, benarkah engkau peduli dengan mereka?

ALLAH, Tuhanmu, yang lisanmu mengakui bahwa kau harus tunduk pada seluruh aturannya tapi masih begitu lancang kau kompromikan aturan mana yang harus diterapkan dan yang mana yang harus dicampakkan.

Rasulullah, manusia mulia yang lisanmu begitu lancar mengakui bahwa beliau adalah contoh teladan umat manusia, tapi kau koyak-koyak hasil jerih payahnya dalam menyatukan umat Islam di seluruh dunia.

Lalu pantaskah dirimu mengakui bahwa kau adalah hamba-Nya?
Bahwa kau adalah umatnya?

Sekarang tataplah wajah anakmu.
Bukan tak mungkin jika suatu saat nanti nasib yang sama akan menimpanya.

Solusi apa yang kau harapkan jika bukan persatuan kaum Muslim seluruh dunia yang terikat oleh Islam dalam pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama?

Atau kau juga lebih menyukai persatuan semu dalam selembar kertas diantara para pemimpin yang memikirkan tahtanya?

Ataukah sekadar roti dan selimut dari negeri tetangga itu bisa menggantikan darah anakmu yang telah membasahi bumi?

Ingat, kelak kau akan ditanya oleh-Nya atas egoisme yang engkau pertahankan, atas kekuasaan yang enggan kau gunakan menurut kehendak-Nya.

Di mimbar-mimbar begitu garangnya kau sampaikan bahwa dulu negeri ini diperbudak karena berhasil dipecah belah oleh para kafir penjajah,
tapi lisanmu bisu ketika dihadapkan dengan permasalahan umat Islam di seluruh dunia yang dipecah belah ketika Khilafah tak lagi ada.

Dengan lantangnya kau katakan bahwa hanya keledai yang jatuh pada lubang yang sama, tapi kau sendiri lupa berkaca!!

Kau seru manusia untuk taat pada aturan Sang Pencipta, tapi di sisi lain kau pelihara demokrasi yang justru mengkompromikan aturan-Nya.

Kau sibuk mengingatkan untuk merapatkan shaf, tapi kau biarkan setan masuk melalui celah-celah sistem negara-bangsa yang terus menerus kau puja.

Kau musuhi penerapan Islam secara kafah!!
Kau fitnah Khilafah!!

Apa kau merasa lebih mengetahui dari-Nya?
Apa kau merasa mampu mengungguli keadilan syariat yang telah diturunkan-Nya?
Apa yang kau punya solusi selain dari Islam, agama dan aturan hidup yang hingga mati tetap ingin kau bawa?

Bahkan untuk membuat satu atau sepuluh surat yang bisa menandingi firman-Nya saja kau tak berdaya!!

Sadarlah!!
Bangunlah dari tidur nyenyakmu!!

Tatap wajah anak itu yang kini terbaring di pangkuan ayahnya, saudaraku !!
Tataplah matanya yang tak lagi bercahaya!!

Alasan apalagi yang ingin kau pakai?
Karena apa? 
Apa karena dirinya bukanlah anakmu, dan engkau bukanlah bagian darinya?[]


Posting Komentar

0 Komentar